Bersama tinta yang tergores dalam
secarik kertas putih ini, aku sampaikan rindu kepada dia yang entah milik
siapa. Dengan seuntai rindu yang tertahan dan tak akan terungkap sampai
kapanpun. Rasa rindu yang hanya sebatas tetesan rasa yang tak sengaja tertumpah
ketika hati ini berusaha menjadikan-Nya hanya satu-satunya penghuni hati.
Dia.
Seorang lelaki yang saat ini datang tanpa permisi, duduk dan bersemayam di
dalam hati. Antara senang dan khawatir atas rasa yang tak sengaja masuk,
maafkan aku yang sempat berpikir ingin menjadi pendamping halalmu suatu saat
nanti. Maafkan aku yang sempat menyebut nama mu pada sholat malam ku dan setiap
doa yang terpanjat ketika hati merasa rindu. Aku hanya ingin melepaskan segala
rasa ini, namun aku terlalu lemah untuk melakukannya. Aku terlalu naif untuk
merasakan cinta. Bahkan aku takut, apa yang aku rasa selama ini hanya
bayang-bayang semu dari bisikian syaitan tentangmu.
Seandainya
kamu tahu, mungkin kamu akan menjauh dan menjaga jarak antara kita. Mungkin
akan merasa risih akan apa yang aku rasakan. Tapi percayalah, aku sedang
berusaha mengikhlaskanmu. Aku akan selalu berusaha melepaskanmu dari
angan-angan yang sempat tercipta. Aku akan segera melupakan rasa yang ada,
pasti. Dan aku mohon, kamu tidak perlu menjauh. Kamu tidak perlu pergi. Kamu
hanya perlu menjadi dirimu yang aku kagumi sikapnya. Karena kamu tidak pernah
salah. Aku yang salah. Aku yang begitu lemah menjaga hati dan membiarkanmu
masuk kedalam celah antaranya.
Biarkan
aku yang pergi. Dan maaf atas segala rasa yang sempat tercipta.

